Selasa, 26 Februari 2013
Pendidikan itu gimana?
Diposting oleh Unknown on , | 0 komentar
MENYALAKAN ‘LILIN’ DALAM DIRI ‘PENDIDIKAN’
Oleh Irwandi)**
Pemerintah dan masyarakat sangat berharap ‘pendidikan’ (baca:guru) itu bersamudrakan ilmu pengetahuan. Bisa menjadi pusat cahaya yang menerangi kehidupan manusia, mengikis kebodohan di sekitar kehidupannya. Berperan aktif sebagai penghapus kejahiliyaan, itu menjadi misi sejak manusia dikukuhkan sebagai khalifah di dunia fana ini.
Ia (guru) juga yang mencerdaskan akal/afektif, kegesitan fisik/motorik, dan karakter/akhlak generasi demi generasi. Dan yang tak kalah penting adalah pembawa risalah ilmu pengetahuan selain dari para alim-ulama, pewaris nabi yaitu mewarisi teladan yang dibawa atau dicontohkan oleh nabi sebagai utusan Allah yang terakhir, Muhammad SAW.
Kita semua setuju bahwa kesungguhan dan keihklasan ‘pendidikan’ dalam mendidik selama ini telah menempatkan dunia pada posisi kemajuan yang kita rasakan saat ini. Dalam aroma globalisasi ditopang perkembangan IT yang terus menempatkan dunia pada peradaban yang sangat maju (modren.) Semua itu tidak terlepas dari campur tangan atau peranan-mara guru yang dominan di dunia pendidikan.
Secara spesifik, peranan esensi ‘pendidikan’ adalah roh dalam proses pendidikan, baik itu pendidikan oleh keluarga, oleh masyarakat, formal maupun nonformal. Dimulai dari orang tua sebagai guru, guru di sekolah, guru mengaji, guru silat atau sosok pengabdian lain yang membuat kita bisa dan memperoleh pengetahuan dari mereka, wajib kita sebut guru kita. Walau mereka hanya sempat memberikan sepotong ayat atau secuil ilmu, nasehat-nasehat yang baik, sepantasnya mereka kita sebut guru dan kita muliakan atensi mereka.
Jepang adalah salah satu negara yang paling menghormati guru. Di kala bom atom meluluhlantakan dua kota besar di Jepang. Kaisar Jepang pertama kali menanyakan kondisi guru, apakah masih ada atau banyak yang masih hidup?
Begitu juga di negara kita. Daerah-daerah yang bisa menghormati dan memuliakan eksitensi keguruan, maka daerah itu akan kelihatan maju dari daerah lain. Sumatra Barat dapat kita jadikan contoh. Warga masyarakat disini sangat menghargai guru. Maka tidak heran, bila bertegur sapa di mana saja masyarakat selalu menyapa ‘pendidikan’ dengan ‘guru’ walaupun yang menyapa itu lebih tua dari sang ‘pendidikan.’
Kalau kita di daerah melayu ini pun juga terbiasa dari dahulu memuliakan ‘pendidikan.’ Tidak asing lagi ditelinga kita mendengar istilah ‘cekgu’. Orang yang dianggap berpendidikan, serba tahu, dan biasanya dalam pengetahuan agamanya. Namun, saat ini panggilan itu seperti hilang timbul dan hanya menjadi sebutan di atas kertas, tapi di lapangan jarang masyarakat apalagi di Kota Batam yang masyarakatnya makin heterogen menyebut atau menyapa guru dengan sebutan 'cekgu.'
Seyogyanya, karena penghargaan dan harapan besar masyarakat terhadap peranan ‘pendidikan’ kita pun dituntut mereka menjadi Profesional. Bisa membawa diri, berlaku wibawa sebagai pemegang dan penerus risalah serta harus menyadari akan kemuliaan posisi strategisnya sebagai pembangun bangsa.
Lebih dari itu, mampu bergaul baik dengan masyarakat, terus menunjukan semangat belajar, meng-up grade dirinya, bersifat kekinian dan terbarukan. Apalagi kalau mencintai dunia tulis- menulis, mencurahkan ilmu dan pengalamannya. Sehingga bisa menjadi figure tiga dimensi yakni mendidik siswa yang berkarakter tinggi, mendidik masyarakat dengan panutan dan teladan, dan menjadi lokomotif kemajuan bangsa dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Karena itu, saya merasa bangga menjadi bagian dari salah seorang yang disebut guru. Menjadi sosok guru di depan kelas merupakan suatu kebanggaan dan panggilan jiwa yang sangat menantang. Selalu memberi inspirasi tiada henti. Menjadikan tantangan karena berhadapan secara live dengan berbagai macam karakter manusia, sifat/fiil/watak, dan tingkah laku/habit siswa.
Dalam satu hari, saya misalnya, mulai pukul 07.30 WIB sampai pukul 15.00 WIB telah berinteraksi dengan siswa memberikan materi dalam 3 kelas yang berbeda , masing-masing kelas terdiri dari 40 siswa maka ada 120 mimik wajah/watak dengan ratusan karakter yang mereka memiliki. Guru berperanan penting menjuruskan, meluruskan setiap habit mereka agar tumbuh ‘mengakar’ karakter indah buat masa depan mereka. Sebutlah karakter itu berupa; Kejujuran, percaya diri, suka menolong, empati, bekerja keras, tidak mendominasi teman, dan karakter lainnya.
Kalau dalam kehidupan beragama, karakter itulah yang disebut akhlak. Menanamkan akhlak mulia ini yang lebih sulit daripada hanya sekedar mengajar atau menstransfer ilmu.
Selanjutnya dalam paparan hubungan antar manusia secara horizontal, ‘pendidikan’ merupakan cermin atau ‘lilin’ penerang banyak orang. Kalau siswa dikatakan berlaku salah, kadang oleh masyarakat disindirkan; ’Siapa gurunya?’ Tapi kalau ‘pendidikan’ yang berbuat salah, pasti pribadi ‘pendidikan’ itu yang dihujat seutuhnya.
Begitulah masyarakat memandang sosok ‘pendidikan.’ Kita dituntut serba sempurna, bila perlu menjadi manusia super, mungkinkah itu? Tentu saja kita tidak bisa seperti superman.
Namun, kita hanya bisa menekankan dan menegaskan bahwa pendidikan itu sepanjang hayat. Itulah yang bisa kita contohkan. Kita mengajar tapi juga harus terus belajar, dan sekarang oleh grup PPKB di FB mesti suka menulis pula.
Sumber : http://www.smkn2batam.blogspot.com/
Langganan:
Postingan (Atom)
Contact Me
Diberdayakan oleh Blogger.
Followers
About Me
- Unknown